Monday 13 January 2014

Moderator

Hari ini teringat tentang kisah seorang gadis yang dulunya pendiam sekali, sampai-sampai dulu ia sampai ditakuti oleh teman pria-nya, takut nanti kalau diajak bicara atau diutarakan cinta, dia bakalan menangis. Pun dulu seorang gadis ini tidak pernah bahkan sangat menjauhi bersentuhan dengan yang namanya cowok. Dalam hatinya pernah ada rasa suka, tapi tidak terlalu diumbar dan ia pendam sendiri. Sekarang, lihatlah gadis itu, dia tumbuh dengan cepat, waktu berlalu sangat cepat. Dia tak lagi pendiam seperti dulu, bahkan sekarang dia mempunyai teman cowok yang lumayan banyak.

Teringat juga saat dia tampil. Tampil di depan umum, di depan kelas, di depan khalayak ramai dan di atas pentas. Begitu pesat perubahan si gadis.

Moderator... 18 Desember 2013 kemaren, ia ditawari untuk menjadi moderator sebuah acara Rohis FMIPA UI...

Kalau diingat-ingat Allah memang Maha Pengabul  Do’a. Apapun yang diminta si gadis, Ia selalu mengabulkanNya... Dulu saat menjalani hari-hari kuliah di semester yang menjemukan, si gadis mengisi kegiatannya dengan mengikuti beberapa seminar. Bosan dengan materi sang penyaji, si gadis secara tak sengaja berfikir “Aku juga ingin tampil di depan pentas yang bagus itu ya Rabb”. Dan apa? ALLAH MENGABULKAN!!! ALHAMDULILLAH LUAR BIASA!!! Si gadis sangat bersyukur berkenalan dengan Allah dan ingin lebih dekat denganNya.

Sebenarnya sebelum menjadi moderator, si gadis juga pernah tampil di depan umum, bahkan bukan hanya di depan mahasiswa/i. Ia pernah tampil di depan PARA ORANG TUA!!! Menjual suatu ‘jasa’ pendidikan, menjadi orang yang bersemangat sekali berbagi ilmu dan mengajak para ibu/bapak siswa/i untuk mendaftarkan anak-anaknya ke salah satu lembaga pendidikan tempat ia mengajar. Saat bekerja di lembaga itu pun, ia pernah nge-MC acara yang di buat oleh TIM hebatnya... Lomba Menggambar!!! Lumayan banyak peserta yang hadir. Anak-anak beserta orang tuanya. LUAR BIASA!!!

Perubahan yang LUAR BIASA!!!

Menjadi moderator, MC dan marketing. Walau sama-sama tampil di depan khalayak ramai, tapi ini sangat berbeda sekali persiapannya. Menjadi seorang marketing, kita harus tau tentang profil perusahaan kita. Apalagi ketika sang gadis menjadi marketing untuk sebuah jasa pendidikan, ia tak hanya mempersiapkan pengetahuannya tentang marketing, ia juga harus tau ilmu apa yang akan ia janjikan untuk para orang tua beserta calon siswa/i nya kelak. Ia harus mempelajari trik marketing dan ia harus mempersiapkan ilmu pengetahuannya tentang mengajar, hitung-hitungan, otak kiri dan otak kanan. KOMPLIT!!!

Menjadi seorang MC juga beda persiapannya. Apalagi berada di acara yang pesertanya adalah anak-anak. Sedikit memutar otak bagaimana menghandle anak-anak  dan bagaimana tetap membuat bahasa yang dilontarkan tidak membosankan tapi tetap bisa di mengerti  dan tetap ceria serta bersemangat. Salah satu keuntungan si gadis menjadi MC saat itu, karena ia sangat tahu konsep acaranya dan ia terlibat langsung dalam kepanitiaan tersebut. So, apapun kebingungan yang terjadi, ia bisa mengambil keputusan dengan cepat.

Moderator...
Sesuatu yang terlihat berkelas bagi si gadis... Moderator itu adalah seorang penengah yang juga harus berwawasan luas. Mungkin juga bisa disamakan dengan para pembawa acara sebuah diskusi politik di sebuah televisi *hehe, perbandingannya jauh banget

Menjadi moderator saat itu membuat si gadis sangat nervous. Ia sampai searching habis-habisan bagaimana trik menjadi moderator yang baik dan benar, bagaimana menjadi moderator yang menyenangkan. Dan di salah satu web yang ia baca, ia menemukan “salah satu tips untuk menjadi moderator yang baik adalah dengan mengetahui isi materi si pembicara”. Si gadis langsung menghubungi panitia acara. Ia meminta profil si pemateri  beserta handout presentasinya. H-3 tak kunjung datang apa yang di minta. Akhirnya si gadis searching dan jalan-jalan ke taman google. Apalagi salah satu syarat menjadi moderator yang baik itu adalah memberikan pertanyaan untuk memancing peserta seminar bertanya kepada pemateri dan menyimpulkan materi yang telah diberikan. Bagaimana bisa memberikan pertanyaan dan mengutarakan sebuah kesimpulan jika tidak tahu dan tidak paham apa isi materi yang telah disampaikan.

Beruntungnya lagi, si gadis memang bergerak di bidang yang sama dengan si pemateri. Apalagi pemateri kedua adalah pembimbingnya sendiri. Jadi setidaknya tidak begitu canggung dengan materi-materi yang akan diberikan.

H-1, pemateri pertama membatalkan kesediaannya. Mendadak. Dan digantikan oleh dosen lain. Si gadis harus searching lagi profil tentang beliau. Eeerrrrrggghhh... Padahal persiapannya sudah matang sekali dengan pemateri yang ‘gagal tampil’ ini. Secara, si dosen ‘gagal tampil’ ini juga lahir pada tanggal dan bulan yang sama serta juga lulusan dari jurusan yang sama dengan si gadis. Setidaknya ada bahan obrolan pembuka untuk berkenalan dan membuat suasana cair. Tapi... Hm.. Wew.. pematerinya ‘gagal tampil’.

Kacau. Akhirnya semua harus ditenangkan lagi dalam hati sang gadis. Ia berusaha tetap enjoy. Apapun yang terjadi, namanya juga belajar. Apapun yang terjadi, manusia di dunia ini tidak pernah tidak melakukan kesalahan dan semoga panitia dan peserta memaklumi kesalahan yang di buat sang gadis.

Di hari H. Sesampainya di lokasi, panitia kurang begitu hangat dirasa oleh sang gadis. Karena memang mereka juga sepertinya pada gugup dengan acara itu. Maklum, yang mengadakan acara tersebut adalah mahasiswa angkatan muda. Dan kepanitiaan mereka tidak bisa hadir semua, bahkan yang menawarkan si gadis menjadi moderator pun tidak bisa hadir di seminar yang pertama (seminarnya ada 2 kali). Mencoba tetap enjoy, mencoba mengakrabkan diri, tapi ternyata panitia pun tidak secerewet yang dikira oleh sang gadis. Si gadis mengira, orang yang sudah ikut organisasi itu, minimal bisa berbicara dan beradaptasi dengan orang baru. Tapi ternyata juga tidak semuanya begitu. Fiiiuuuh. Semakin tidak enak dengan suasananya.

Pemateri pertama pun datang, dan ia sibuk dengan power point-nya. Si gadis pun tidak enak untuk berkenalan di saat si pemateri juga sepertinya gugup (pemateri dadakan).

Briefing itu memang penting ternyata. Acara yang sudah di ancang-ancang dari waktu yang sekian lamapun, kalau tidak ada konsep yang jelas dan tidak ada komunikasi yang baik, tidak akan berjalan lancar.

Ah sudahlah, waktunya telah datang. Si gadis di panggil untuk segera datang mengisi tempat sebagai ‘moderator’ dan disambut tepukan tangan peserta.. Wew.. ada sedikit rasa malu di sana.. Berasa seroang artis yang penting saja. Akhirnya grogi... Pembukaan tidak begitu lancar karena juga ada sesuatu yang mengganjal di barisan ‘penonton’ bagi si gadis. Tak bisa memandang peserta secara langsung, akhirnya moderator awam ini mengalihkan perhatiannya yang ‘terpaksa ke penonton’ kepada sebuah tulisannya tentang profil sang pemateri. DIBACA!!! Kesalahan fatal... Ckckckck... Tapi saking banyaknya profesi si pemateri tersebut, akhirnya si moderator awam ini memutar otaknya, bagaimana supaya acara ini ‘hidup’.

“Beliau juga pernah mengabdi di unit bayi tabung IVF MTIE FKUI yang tentunya ilmu dan pengalaman beliau sangat berkaitan dan sangat bermanfaat untuk topik kita kali ini, langsung saja kita persilahkan kepada ibu Upi untuk berbagi ilmu kepada kita semua”

Pembukaan yang kacau. Setelah pembukaan si gadis mengambil posisi duduk di atas sebuah pentas yang sudah disediakan 2 buah kursi dan 1 meja. Duduk di sana dengan tidak nyamannya mengenang pembukaan acara yang labil banget. Malu, tapi itu sudah berlalu. Pasang tampang senyum walau hati masih manyun. Mendengarkan setiap materi, siagakan telinga dan otak, mencatat pertanyaan-pertanyaan yang timbul. Dan pemateri pun tidak bersahabat dengan moderator. Ia berbicara seolah acara miliknya, seolah moderator tidak ada, mondar-mandir di bawah pentas. Yah, mungkin sangat menikmati menjadi pemateri sepertinya, atau sebenarnya beliau juga gugup??? Di sesi pertanyaan pun, si pemateri tidak mengambil posisi di bangku yang sudah disediakan di pentas. Si moderator jadi keder, duduk sendirian seperti ‘patung pajangan’ tanpa ada yang menemani.. Beuh...

Alhamdulillah materi selesai dan pertanyaanpun silih berganti tanpa harus ada pertanyaan ‘pemancing’. Dan moderator menutup acara dengan luar biasa (menurutnya). Merangkum materi yang telah disampaikan dan memberi semangat pada peserta, membangkitkan rasa syukur...

“Kita adalah para PEMENANG... Dari sekian juta, hanya kita yang bisa masuk dan menjadi manusia PERAIH KEMENANGAN SEJATI”

Si gadis yang melontarkan kata-kata itu ikutan merinding mendengar kata-katanya sendiri.

Next, pemateri kedua. Pembukaannya enjoy, karena si pemateri kedua langsung bertegur sapa dan ngobrol enak dengan si gadis. Tapi penutupnya manjadi kacau, karena di desak oleh waktu. Oya satu hal lagi kekurangan kalau menjadi seorang pembawa acara sebuah acara dimana tidak begitu mengenal panitianya. Pastikan setting timer, benar-benar bisa di handle dengan baik. Saat seminar pertama si gadis sebenarnya sudah memastikan, dan panitia pun deal dengan reminder timernya dari mereka. Tapi ternyata mereka memberi reminder kepada moderator *gedubrak.. bukan kepada pemateri.. Kalau moderator sih udah tahu waktu, karena di depannya sudah ada jam yang terpampang lurus di depan mata... Miss communicate... ckckck.

Untuk ke depannya, mungkin bisa lebih dipastikan, reminder time nya dari siapa untuk siapa... O.o
Sebenarnya masih banyak detail-detail saat si gadis menjado moderator, tapi untuk kali ini cukup sampai di sini dulu... ^_^ ^_^


Sekian hasil bertualang sang gadis menjadi moderator dalam sebuah acara “THE MIRACLE OF HUMAN CREATION”