9 April 2014, sesuatu
yang dinanti-nanti oleh semua partai politik. Aku harus mulai dari mana ini? Begitu
banyak yang ingin diutarakan, karena begitu banyak pemikiran untuk hal ini.
Mulai dari mana saja ya..
semoga tidak ada yang terlewatkan untuk diungkapkan di sini.
Seharusnya aku sudah
mulai menulis di sini sebelum ‘pesta demokrasi’ ini datang. Aku ingin mengungkapkan
partai-partai mana saja beserta profil caleg mereka masing-masing lengkap dengan
‘track record’nya.. Sayangnya ada yang lebih penting untuk aku selesaikan
terlebih dahulu. Tesis, as you know, i am still here, Pascasarjana Biomedik FKUI.
Kalau di flashback...
dahulu orang-orang malah takut untuk menjadi pemimpin, ada pun yang ingin
menjadi pemimpin adalah orang-orang yang benar-benar real ingin mensejahterakan
rakyatnya. Cerita di dongeng-dongeng pun tentang sebuah kerajaan, walaupun
mereka sistemnya turun temurun untuk memimpin sebuah negeri, tapi kehidupan
mereka diperuntukkan memang khusus untuk kesejahteraan rakyatnya. Apa yang
terjadi sekarang di Indonesia? Mereka berebut kekuasaan, mereka berebut kursi
dan ada juga yang saling menjelekkan antar partai. Come on guys... kalian itu
mau jadi pemimpin atau mau cari kekuasaan di dunia yang fana ini? Baiknya saling
mendukung sajalah ya... Aku pernah baca sebuah berita yang menyatakan lebih
kurang seperti ini “kenapa harus saling caci maki, menjelek-jelekkan partai dan
orang lain? Sebaiknya saling berkomunikasi, dan lebih baik beradu argumen untuk
visi misi serta tindak lanjut kinerja apa yang akan diambil supaya Indonesia
ini lebih baik. Daripada harus saling menjatuhkan”. Yup menurutku pendapat ini
benar. Kalau memang niatnya tulus untuk menjadi wakil rakyat, menjadi dewan
rakyat, obrolannya seharusnya tentang bagaimana supaya Indonesia ini lebih maju
dan lebih baik lagi ke depannya, bukannya malah saling serang dan bermain
curang dengan ‘serangan fajar’ nya.
Kadang aku sampai merasa
aneh luar biasa dengan sistem yang tidak jelas. Contoh saja tentang ‘syarat
seseorang bisa mencalonkan diri menjadi DPR, DPRD dan DPD’. Apa syarat nya? Kata
teman-temanku tidak ada syarat khusus. Ok, wait I want to search it...
Sebenarnya apa syarat untuk mejadi wakil rakyat ini, kenapa seorang yang dengan
pemikiran picik pun, bisa lolos, kenapa seorang yang berpendidikan moral sangat
rendah, bisa lolos. Apa syaratnya?
Allahu Rabbi... Ternyata
menjadi caleg nya tidak ada ‘syarat khusus’ yang menurutku harus diadakan...
Syarat menjadi caleg itu telah ada pada UU No 8 tahun 2012. (silahkan searching
bunyi UU NO. 8 tahun 2012)
Dari beberapa syarat
menjadi caleg yang menurutku sangat simple ini, sebenarnya apa ya tugas para
caleg ini, kenapa syaratnya begitu simple? Apakah mereka tidak diembankan tugas
yang berat (seperti bayanganku)?
Ok, lets searching
again... Untuk memastikannya aku harus cari sumber terpercaya dulu. Waktu SMA
sudah belajar sih tugas legislatif apa, tugas yudikatif apa dan tugas eksekutif
itu apa. Dan ternyata hasil searching malam ini adalah... Jeng jeeeeeng...
Tugas legislatif itu lebih
kepada MEMBUAT UNDANG-UNDANG!!!
Wew.. apakah dengan
syarat se-simple itu bisa memenuhi kinerja orang-orang yang akan membuat
undang-undang untuk Indonesia tercinta ini??? *menyedihkan... Siapa yang
bertugas mengatur syarat dan ketentuan untuk menjadi anggota legislatif ini???
Tolong.. Somebody.. Siapapun, tolong suarakan, agar syarat dan ketentuan untuk
menjadi legislatif itu lebih di telaah kembali. Syaratnya terlalu SEDERHANA
untuk mengemban tugas membuat Undang-Undang...
Membahas tentang politik
memang tidak ada habisnya. Membahas tentang Negara memang complicated banget.
Ok, back to topic. Pemilu
9 April 2014, sebagai mahasiswa yang tidak bisa pulang kampung untuk ikut
memilih, aku update-update berita terbaru, aku email kpu, tanya sana tanya sini
bagaimana caranya supaya bisa memilih tanpa harus pulang kampung. Kpu tidak
membalas email, tapi aku mendapat info dari teman-teman, kalau perantauan tetap
bisa memilih dengan cara mengurus form A5. Entahlah apa itu form A5,
sosialisasinya kurang sekali, atau memang karena aku tidak nonton televisi kali
ya? Tapi tetap cari tau, apa itu form A5, dan hasil searching menyatakan form
A5 itu adalah surat untuk pindah TPS.
Mulai menelfon, mengabari
orang-orang yang kira-kira bisa membantuku untuk mengurus form A5 ini ke
kelurahan di kampung. Mama sampai bolak-balik ke kelurahan (kasian, maaf ya
ma). Tapi hasilnya nihil. Orang di kelurahan tidak tahu sama sekali dengan form
A5. Mama memberikan hp beliau yang sedang terhubung dengan hp-ku. Berbicaralah
aku dengan sang petugas... Aku berusaha menjelaskan form A5 itu apa. Tapi dia
tetap kekeuh, menyatakan ‘kejujurannya’ akan ketidaktahuannya tentang form A5.
Tak tahu harus berbuat
apa dengan ketidaktahuan mereka ini, akhirnya aku menyerah untuk menjelaskan
kepada mereka. Kembali berusaha email kpu, memberitahukan situasi yang kualami.
Lagi-lagi kpu tidak memberikan balasan email. Pasrah.
Suatu siang, aku bertemu
dengan salah satu teman di kantin kampus. Beliau menginformasikan BEM UI
memasang sebuah pemberitahuan tentang “hak suara yang masih bisa digunakan bagi
mahasiswa perantauan”. Selesai makan, aku segera mencari informasi pasti
tentang pemberitahuan tersebut di papan pengumuman.
Sayang sekali foto
pemberitahuannya udah opi hapus. Intinya adalah para mahasiswa perantauan bisa
memilih dengan syarat mengisi sebuah formulir kemudian melampirkan fotocopy ktp
dan ktm. Tapi jadwal pengurusannya sudah lewat. Telat tahu informasinya.
Pantang menyerah, aku
coba menghubungi cp-nya, aku jelaskan kasusku. Ternyata mereka hanya mengurus
untuk mahasiswa S1 aja, tidak untuk S2. Aku mencoba membujuk, minta tolong agar
aku bisa ikut serta. Dan mereka akan tanya dulu informasinya kepada dekan,
apakah bisa atau tidak dan akan di informasikan esok harinya.
Esok harinya aku
menunggu, di sela-sela kerja di lab, selalu liatin whatsapp, menunggu kabar
dari panitia BEM UI nya. Sudah sore, masih tidak ada informasi, aku berfikir
mungkin dia sibuk, atau mungkinkah dia lupa bahwa ada seseorang yang sangat
berharap untuk di bantu? sekitar jam 17.21 wib, aku beranikan diri untuk
bertanya. Takut merepotkan sebenarnya, makanya nanya nya agak lama mikirnya.
Udah hampir maghrib, baru nanya. Ternyata bisa. Aku diperbolehkan untuk
mengurus, tapi deadlinenya adalah hari itu juga. Akhirnya janjian ketemuan di
sekre BEM maksimal jam 19.00. Selesai shalat maghrib, aku segera ke kampus. Kecintaan
terhadap negara ternyata bisa mengalahkan rasa takut. Hahay, yah biasalah aku
kadang masih suka takut dengan hantu dan segala macamnya. *kadang-kadang lho
yaaaaaaaaaaaaaa... hehehe.. :p
Ternyata di sekre masih
rame, ada yang lagi rambul. Isi formulir, serahkan fotocopy ktm dan ktp, say
thanks, and caw kekosan lagi. Berharap bisa memilih di Jakarta. Akan ada informasi
selanjutnya dari mereka. Aku sempat berpesan “jangan sampai hilang ya data opi,
amanah nih.. amanah.. hehe”... Panitia memberikan kepastian juga akan dibantu
semaksimal mungkin.
Satu minggu kemudian,
tepatnya 5 April 2014, datang sms dari BEM, sebuah sms berisi sebuah link.
Ketika di buka link, link tersebut menyebutkan bagi perantauan tetap harus
mengurus form A5. Kaget, langsung menghubungi BEM kembali. Masih nyimpan
percakapannya nih:
OPI: Aslm. Tetap harus
ngurus form A5 y? Kirain opi ngurus ke BEM kemaren bakalan ga ngurus form ini
lagi. Soalnya di tempat opi, petugasnya ga ngerti dan malah ga tau tentang
formA5...
BEM: Iya kak saya udah
coba nego dan minta toleransi sampe kpu pusat tp mereka nolak kak. Saya udah
ceritain masalah kak opi tp ya kpud jakpus tetep kekeuh
Bete, akhirnya opi tutup
pembicaraan dengan mengucapkan terima kasih dan mereka pun minta maaf tidak
bisa membantu. Padahal sudah searching-searching profil beberapa caleg.
Iri melihat orang-orang
yang sudah siap-siap memilih, yang sudah mempunyai calon-calon mereka sendiri.
Dan greget melihat orang-orang yang bisa menggunakan hak suaranya tapi malah
memilih untuk golput. Sayang banget. Entahlah kenapa aku terlalu ngotot untuk
ikut pemilu kali ini. Kepribadianku sepertinya berubah total. Dulu nerimo2 aja,
sekarang boleh dibilang ‘keras kepala’... keras kepala dari dulu sih
sebenarnya, tapi sekarang lebih ekspresif dan lebih terlihat lebih keras
kepalanya. Hahay.. ckckckck...
Aku curhat sama sepupu.
Bete tingkat akut. Dan hari Minggu-nya kebetulan aku menjadwalkan untuk ke
rumah beliau di Depok, sekalian balikin buku, sekalian silaturrahim, sekalian
lihat kabarnya yang sedang hamil 6 bulan.
Tak ada yang kebetulan
sebenarnya di dunia ini. Semua sudah di atur olehNYA. Sesampainya di rumah
beliau, ternyata suami beliau tahu tentang kasus opi. Cerita cerita cerita,
akhirnya opi di tawari untuk menjadi saksi. ‘kebetulan’ (ga ada yang kebetulan
opiiiiiii.. hohohoho) di salah satu tps, sedang kekurangan saksi. Terfikir
olehku, tidak nyoblos pun tak apalah, yang penting bisa ikut berpartisipasi. Aku
menerima tawaran beliau.
H-3 pemilu banyak sekali
info info tentang perantauan yang ku dapat, bagaimana proses nyoblos tanpa form
A5. Akhirnya aku inisiatif, minta tolong mengirimkan surat undangan memilihku
di kampung ke jakarta. Setidaknya ada bukti bahwa aku tidak menyoblos di
kampung. Persiapan berkas-berkas pun ku usahakan, minta tolong pengiriman
paling cepat dari kampung, menyiapkan ktp dan fotocopy-nya, menyiapkan ktm dan
fotocopy-nya. Ok siap!!!
Senin, abang ipar
ngirimin surat undangan pakai pos express. Senangnya luar biasa. Senin itu jadwalnya
aku menyelesaikan semua bab I- bab III tesis ku serta progress report dan
laporan pertanggungjawaban keuangan beasiswa LPDP ku. SELESAI!!!
Senin malam aku sudah
bawel nanyain ke ibu kos perihal suratku. Tidak ada. Yah, maklum mungkin baru
sehari, kemungkinan besok. Sorenya aku tanya lagi ibu kos. Tidak ada. Hopeless.
Hatinya menciut lagi.
Karena rabu menjadi
saksi, aku gantian mengajar privat jadi hari selasa. Malam sepulang ngajar, aku
diberikan berkas untuk bekal menjadi saksi. Seharusnya para saksi dari partai
yang aku wakilkan di salah satu tps ini mempunyai pelatihan untuk semua saksi
pada hari Minggu kemaren, tapi aku berhalangan untuk hadir. Akhirnya penjelasannya
malam H-1. Dan aku paksakan untuk membaca buku petunjuk yang diberikan partai
untuk pedoman menjadi saksi, di dalamnya ada syarat-syarat jenis surat suara
yang sah dan tidak sah. Aku paksakan untuk membacanya walau ngantuk dan cape
berat. Akhirnya ketiduran di pertengahan bacaan. Malamnya aku tak tenang dan
terbangun, shalat, baca lagi, sampai subuh. Mempelajari setiap detailnya. Maklum,
pengalaman pertama nih. Tidak ingin menjadi saksi yang ‘abal-abal’.
Habis subuh,
bersiap-siap, setengah 6, aku sudah berangkat dari kosan. Menuju TPS 44
matraman dalam II. TPS ada di mana-mana bahkan ada yang menutup jalan. Akhirnya
sesampainya di TPS 42, aku terpaksa jalan kaki mencari TPS 44. Aku kira tidak
akan jauh... karena aku bertemu pertama kali dengan TPS 42 yang hanya selisih 2
angka dari tps-ku. Tapi tidak saudara-saudara, aku harus berjuang lagi. Ketemu dengan
tps 45, 43, 40, 41... ah susah sekali jalanan di Jakarta ini. Muter... muter..
muter... But i try to enjoy it. Masih belum jam 06.00 WIB.
06.10 WIB akhirnya sampai
di TPS 44, dengan bekal tanya sana tanya sini.. Sesuatu banget. Sempat
berfikir.. ‘ada ga ya saksi lain yang punya kasus seperti opi? Musti keliling-keliling
dulu buat nyariin tempat dimana dia bertugas’. Weleh-weleh...
Di buku petunjuk pemilu,
saksi diharuskan datang satu jam sebelum acara dibuka. Dan paling lambat 06.30
WIB. Untungnya Cuma telat 10 menit. Tapi... TPSnya sepi.. ya elah... hanya ada
beberapa orang. Dua orang petugas dengan pakaian rapi yang sepertinya merupakan
bagian keamanan dan membantu lancarnya acara pemilu. Kemudian ketua KPPS yang
masih santai duduk menggendong seorang anak kecil (entah ini cucu atau anak
beliau), dan 2 atau 3 orang warga sekitar. Aku cengo melihat tps sunyi. Gagap mau
berkata apa, akhirnya si bapak ketua menyapaku, bertanya ada keperluan apa, dan
barulah bisa berkata-kata. Aku diberi name tag.
Baru aku seorang yang
hadir sebagai saksi. Wedew, untungnya warga di sana ramah tamah, aku di ajak
ngobrol, di ajak bercanda, walau mereka semua lelaki semua.. Para bapak-bapak
nongkrong pagi-pagi di TPS. Tak lama kemudian, datang seseorang, dari kejauhan
ketika melihat beliau, aku berasa kenal, tapi entahlah siapa. Beliau menghadap
ketua KPPS yang sudah rapi dengan baju koko putihnya (seragam KPPS TPS 44). Dan
kemudian menghampiriku... Memberikan sebuah kertas dan tepukan di lengan atas
kiri ku. ‘SEMANGAT YA!!!’
Serrrr.. merinding!!! “Ya
mbak, OK. SIP”... Ku jawab lantang dan menunjukkan jempol kananku kepada
beliau.
Ternyata beliau adalah
salah satu anggota partai yang pernah menjadi saksi juga di TPS yang sama di
pemilu sebelumnya. Beliau memberikan sebuah kertas kecil, ternyata itu adalah
bukti dari KPPS bahwa surat mandat bertugasku sudah diberikan ke KPPS tersebut.
Tercenung melihat sosok
beliau berlalu meninggalkan TPS, melangkah dengan tegapnya. “Seorang wanita
yang luar biasa pastinya”, aku membatin.
Sambil menunggu pukul
07.00 aku melihat sekitar, kesibukan KPPS menyiapkan tempatnya dan beberapa
warga yang datang untuk melihat list partai dan caleg yang sudah terpampang di
sebuah papan tulis. Ternyata memang masih banyak warga yang belum tahu siapa
yang akan mereka pilih, dan tidak tahu apa visi misi caleg tersebut.
Pukul 07.00 WIB. Semua
sudah siap. Beberapa saksi sudah berdatangan. Acara di mulai. KPPS di sumpah
oleh ketua KPPS. Ketua KPPS membacakan aturan-aturan. Dan mulailah ‘pesta
demokrasi’ ini. Acara berjalan lancar. Aku menunggu-nunggu waktu untuk bisa
ikut menyoblos. Dan lagi.. ‘kebetulan’ yang sebenarnya bukan kebetulan, tapi
memang sudah ditakdirkan... para saksi ngobrol dengan pak RT yang bertugas
memastikan warga mencelupkan jarinya pada tinta. Ngobrol tentang surat suara
tambahan dan surat suara khusus. Aku nimbrung, dan sekaligus bertanya bagaimana
prosedur memilih untuk kasus sepertiku. Beliau menyatakan, urus ke pps dulu.
Setelah mendapat izin dari pps, baru bisa nyoblos. Girang.. hatiku girang.
Langsung sms tim sukses partai, minta digantikan untuk sementara opi mengurus
surat ke pps. Tim sukses yang berhubung adalah suami sepupuku, mencarikan
gantinya.
Ada satu yang aku takjubkan
dari partai ini. Entahlah ini hanya berlaku di matraman saja atau memang di
seluruh Indonesia. Berasa aura-aura perjuangan Al-Fatih. Aku seolah mengenal
mereka walau sebenarnya aku belum pernah bertemu sama sekali. Mereka khas...
Ukhuwahnya... Perjuangan dengan iman...
Aku digantikan. Kemudian
ditemani abang sepupu, aku menuju pps matraman. Sempat berdebat. Dan aku sempat
kesal degan keputusan yang mereka ambil. Tidak bisa membantu. Walau aku sudah
menjelaskan perjuanganku mengurus segala form yang diperlukan. Pps ramai,
akhirnya aku putuskan untuk menunggu pps sepi dengan pengunjung yang juga sibuk
mengurus hak suaranya. Ketika sepi, aku jelaskan kembali, perlahan tapi pasti.
Tapi tetap tidak bisa. Aku yakinkan juga bahwa aku memang benar-benar sedang
merantau ke sini dengan menunjukkan ktm ku. Tetap tak bisa. Kesal luar biasa.
Positif thinkingnya, mereka berlaku demikian karena mungkin juga takut adanya “pergerakan
massa”. Karena aku sempat mendengar, ada yang menghubungi lewat hp, menanyakan
‘apakah bisa memilih di jakarta pusat, sementara undangan memilih ada di
jakarta barat’. Masih kawasan jakarta. Sementara kasusku, di antar pulau. Yah,
aku maklum mereka mengambil keputusan demikian. Tapi tetap saja kesal, akhirnya
aku berterima kasih, dan keluar dari ruangan. Di luar ruangan tak tahan lagi.
Kesalnya berubah menjadi bening-bening air mata. Abang sepupuku berusaha
menanyakan kembali kepada petugas pps. Mereka minta maaf tidak bisa membantu.
Keluar juga sifat wanitaku akhirnya. Sambil terisak aku kembali menjelaskan “Tolong
cek secara online deh pak, kita kan sudah punya e-ktp, seharusnya bisa dong di
cek saya memilih di kampung atau tidak, saya bukan termasuk pergerakan massa
kok pak”
Akhirnya si petugas
luluh, beliau menelfon kpu, menjelaskan kasusku, dan ternyata dari kpu-nya
memberikan izin. Subhanallah... Hatiku longgar luar biasa. Tapi dengan syarat,
aku mendapat persetujuan dari ketua KPPS dan semua saksi yang hadir di TPS 44,
dengan meminta tanda tangan mereka dan melampirkan fotocopy KTP. Aku mengiyakan segala prosedurnya. Biarlah
ribet, yang penting bisa nyoblos!!!
Sesampai di TPS, aku
jelaskan kepada ketua KPPS, alhamdulillah, BISA!!! Semua saksi pun bersahabat,
memberikan tanda tangan mereka. Ya Allah... Benar-benar merasa paling keren
saat itu. Ketika namaku dipanggil untuk mencoblos... Bismillah, sesuai hati.
Semoga bisa berperan dalam kebaikan. Dan ketika mencelupkan kelingking ke
tinta, menggigil, gemetaran, pengen nangis, tapi malu, terharu banget...
Bangganya aku bisa ikut memilih!!!
Hahay, sudah panjang saja
ini cerita. Coba kalau ngetik tesisnya selancar ini ya.. hohohoho...
Saatnya tugas sebagai
saksi aku laksanakan. Penghitungan suara. Pukul 13.30 WIB, setelah istirahat,
makan dan shalat, TPS 44 memulai menghitung surat suara. Ramai. Di belakang
para saksi pun dikerumuni oleh warga setempat. Sesak. Perhitungan surat suara
pertama lancar. Perhitungan surat suara kedua, aku bingung, berasa ada yang
salah. Kubuka buku petunjukku. Ternyata memang ada kesalahan. Aku interupsi.
Kasusnya adalah:
Surat suara itu melubangi
kertas di lambang partai dan caleg. Kemudian suara itu ditulis di bagian partai
dan caleg nya juga. Seharusnya, surat suara itu hanya berlaku untuk suara caleg saja.
Aku berusaha menjelaskan,
kemudian salah satu warga nyolot. Semua heboh. Menyalahkan pendapatku. Aku
memberikan bukti, melihatkan buku petunjuk penghitungan surat suara. Salah satu
warga yang nyolot sebelumnya masih ngotot. Para saksi yang lain entahlah apa
yang mereka katakan, suasana heboh banget. Sayangnya suaraku kecil sekali di
antara bapak-bapak bersuara besar itu, jadi aku harus menunggu suasana agak
hening dulu, pengen teriak rasanya. Ketika suara-suara sudah mulai minim, aku
kembali menjelaskan dengan melihatkan bukti buku petunjuk. Sebagian mulai
terdiam. Dan alhamdulillah akhirnya KEBENARAN TELAH DITEGAKKAN!!! PUAS!!!
*hohoho.. lebay banget ya?? Tapi benar-benar puas telah memperjuangkan sesuatu
itu. Sebenarnya sempat takut, takutnya bukan karena aku disalahkan dan diserang
oleh beberapa warga yang nyolot, tapi takut kalau penghitungan surat suara itu
tetap salah.
Dan akhirnya, perhitungan
surat suara berjalan lancar. Aku merasa teristimewa sekali. Saksi dari partai
yang lain malah tidak tahu tentang detail syarat-syarat sah surat suara.
Akhirnya ketika terjadi keambiguan berikutnya, Ketua RT yang membacakan dan
memperlihatkan surat suara, kembali menanyakan bagaimana hukumnya surat suara
tersebut dengan melihat kepadaku. Dan akupun melihat buku petunjukku kembali
dan menjelaskan bagaimana seharusnya. Berasa disegani dan dihargai banget.
Terima kasih KPPS 44. Kalian the best.. Tetap memegang sumpah yang telah kalian
ucapkan.
Dari suara-suara yang
telah dihitung, terlihat bahwa beberapa warga menurutku mereka memilih hanya karena
info dari televisi saja. Sempat terfikirkan juga olehku. Sebenarnya demokrasi
ini belum pas untuk dilaksanakan di Indonesia. Karena tidak semua rakyat
Indonesia yang bisa melakukan pengamatan terhadap caleg yang ada. Mereka hanya
memakan bulat-bulat apa yang diinfokan oleh televisi, koran dan radio tanpa
mencari tahu lebih lanjut apakah berita itu benar atau tidak.
Perhitungan surat suara
selesai pukul 21.00 WIB. Terjadi satu lagi kasus. Di berita acara, KPPS salah
menuliskan jumlah suara di dua buah partai. Aku membantu KPPS untuk mengecek
kembali. Membantu dengan nada tenang, biar tidak terjadi emosionalisme (kata
apa ini? Hehe :p), secara hari sudah larut malam, mereka sudah keletihan.
Akhirnya semua siap, beres, pas, mantap pada pukul 22.00 WIB.
ALHAMDULILLAH... Luar Biasa
sekali pengalaman pertama menjadi seorang saksi. Semoga bernilai ibadah.
Aku pamit dan mengucap
salam kepada seluruh KPPS.
Wa’alaikumussalam.. doa
mereka melepas kepergianku dari TPS 44. Alhamdulillah di doakan keselamatan
oleh banyak orang. SUBHANALLAH, ALHAMDULILLAH, ALLAHU AKBAR!!! ^_^ ^_^
*Yippiiiieee.. ceritanya
kelar juga... :D