Thursday 10 April 2014

Pemilu 2014



9 April 2014, sesuatu yang dinanti-nanti oleh semua partai politik. Aku harus mulai dari mana ini? Begitu banyak yang ingin diutarakan, karena begitu banyak pemikiran untuk hal ini.

Mulai dari mana saja ya.. semoga tidak ada yang terlewatkan untuk diungkapkan di sini.

Seharusnya aku sudah mulai menulis di sini sebelum ‘pesta demokrasi’ ini datang. Aku ingin mengungkapkan partai-partai mana saja beserta profil caleg mereka masing-masing lengkap dengan ‘track record’nya.. Sayangnya ada yang lebih penting untuk aku selesaikan terlebih dahulu. Tesis, as you know, i am still here, Pascasarjana Biomedik FKUI.

Kalau di flashback... dahulu orang-orang malah takut untuk menjadi pemimpin, ada pun yang ingin menjadi pemimpin adalah orang-orang yang benar-benar real ingin mensejahterakan rakyatnya. Cerita di dongeng-dongeng pun tentang sebuah kerajaan, walaupun mereka sistemnya turun temurun untuk memimpin sebuah negeri, tapi kehidupan mereka diperuntukkan memang khusus untuk kesejahteraan rakyatnya. Apa yang terjadi sekarang di Indonesia? Mereka berebut kekuasaan, mereka berebut kursi dan ada juga yang saling menjelekkan antar partai. Come on guys... kalian itu mau jadi pemimpin atau mau cari kekuasaan di dunia yang fana ini? Baiknya saling mendukung sajalah ya... Aku pernah baca sebuah berita yang menyatakan lebih kurang seperti ini “kenapa harus saling caci maki, menjelek-jelekkan partai dan orang lain? Sebaiknya saling berkomunikasi, dan lebih baik beradu argumen untuk visi misi serta tindak lanjut kinerja apa yang akan diambil supaya Indonesia ini lebih baik. Daripada harus saling menjatuhkan”. Yup menurutku pendapat ini benar. Kalau memang niatnya tulus untuk menjadi wakil rakyat, menjadi dewan rakyat, obrolannya seharusnya tentang bagaimana supaya Indonesia ini lebih maju dan lebih baik lagi ke depannya, bukannya malah saling serang dan bermain curang dengan ‘serangan fajar’ nya.

Kadang aku sampai merasa aneh luar biasa dengan sistem yang tidak jelas. Contoh saja tentang ‘syarat seseorang bisa mencalonkan diri menjadi DPR, DPRD dan DPD’. Apa syarat nya? Kata teman-temanku tidak ada syarat khusus. Ok, wait I want to search it... Sebenarnya apa syarat untuk mejadi wakil rakyat ini, kenapa seorang yang dengan pemikiran picik pun, bisa lolos, kenapa seorang yang berpendidikan moral sangat rendah, bisa lolos. Apa syaratnya?

Allahu Rabbi... Ternyata menjadi caleg nya tidak ada ‘syarat khusus’ yang menurutku harus diadakan... Syarat menjadi caleg itu telah ada pada UU No 8 tahun 2012. (silahkan searching bunyi UU  NO. 8 tahun 2012)

Dari beberapa syarat menjadi caleg yang menurutku sangat simple ini, sebenarnya apa ya tugas para caleg ini, kenapa syaratnya begitu simple? Apakah mereka tidak diembankan tugas yang berat (seperti bayanganku)?

Ok, lets searching again... Untuk memastikannya aku harus cari sumber terpercaya dulu. Waktu SMA sudah belajar sih tugas legislatif apa, tugas yudikatif apa dan tugas eksekutif itu apa. Dan ternyata hasil searching malam ini adalah... Jeng jeeeeeng...
Tugas legislatif itu lebih kepada MEMBUAT UNDANG-UNDANG!!!

Wew.. apakah dengan syarat se-simple itu bisa memenuhi kinerja orang-orang yang akan membuat undang-undang untuk Indonesia tercinta ini??? *menyedihkan... Siapa yang bertugas mengatur syarat dan ketentuan untuk menjadi anggota legislatif ini??? Tolong.. Somebody.. Siapapun, tolong suarakan, agar syarat dan ketentuan untuk menjadi legislatif itu lebih di telaah kembali. Syaratnya terlalu SEDERHANA untuk mengemban tugas membuat Undang-Undang...

Membahas tentang politik memang tidak ada habisnya. Membahas tentang Negara memang complicated banget.

Ok, back to topic. Pemilu 9 April 2014, sebagai mahasiswa yang tidak bisa pulang kampung untuk ikut memilih, aku update-update berita terbaru, aku email kpu, tanya sana tanya sini bagaimana caranya supaya bisa memilih tanpa harus pulang kampung. Kpu tidak membalas email, tapi aku mendapat info dari teman-teman, kalau perantauan tetap bisa memilih dengan cara mengurus form A5. Entahlah apa itu form A5, sosialisasinya kurang sekali, atau memang karena aku tidak nonton televisi kali ya? Tapi tetap cari tau, apa itu form A5, dan hasil searching menyatakan form A5 itu adalah surat untuk pindah TPS.

Mulai menelfon, mengabari orang-orang yang kira-kira bisa membantuku untuk mengurus form A5 ini ke kelurahan di kampung. Mama sampai bolak-balik ke kelurahan (kasian, maaf ya ma). Tapi hasilnya nihil. Orang di kelurahan tidak tahu sama sekali dengan form A5. Mama memberikan hp beliau yang sedang terhubung dengan hp-ku. Berbicaralah aku dengan sang petugas... Aku berusaha menjelaskan form A5 itu apa. Tapi dia tetap kekeuh, menyatakan ‘kejujurannya’ akan ketidaktahuannya tentang form A5.

Tak tahu harus berbuat apa dengan ketidaktahuan mereka ini, akhirnya aku menyerah untuk menjelaskan kepada mereka. Kembali berusaha email kpu, memberitahukan situasi yang kualami. Lagi-lagi kpu tidak memberikan balasan email. Pasrah.

Suatu siang, aku bertemu dengan salah satu teman di kantin kampus. Beliau menginformasikan BEM UI memasang sebuah pemberitahuan tentang “hak suara yang masih bisa digunakan bagi mahasiswa perantauan”. Selesai makan, aku segera mencari informasi pasti tentang pemberitahuan tersebut di papan pengumuman.

Sayang sekali foto pemberitahuannya udah opi hapus. Intinya adalah para mahasiswa perantauan bisa memilih dengan syarat mengisi sebuah formulir kemudian melampirkan fotocopy ktp dan ktm. Tapi jadwal pengurusannya sudah lewat. Telat tahu informasinya.

Pantang menyerah, aku coba menghubungi cp-nya, aku jelaskan kasusku. Ternyata mereka hanya mengurus untuk mahasiswa S1 aja, tidak untuk S2. Aku mencoba membujuk, minta tolong agar aku bisa ikut serta. Dan mereka akan tanya dulu informasinya kepada dekan, apakah bisa atau tidak dan akan di informasikan esok harinya.

Esok harinya aku menunggu, di sela-sela kerja di lab, selalu liatin whatsapp, menunggu kabar dari panitia BEM UI nya. Sudah sore, masih tidak ada informasi, aku berfikir mungkin dia sibuk, atau mungkinkah dia lupa bahwa ada seseorang yang sangat berharap untuk di bantu? sekitar jam 17.21 wib, aku beranikan diri untuk bertanya. Takut merepotkan sebenarnya, makanya nanya nya agak lama mikirnya. Udah hampir maghrib, baru nanya. Ternyata bisa. Aku diperbolehkan untuk mengurus, tapi deadlinenya adalah hari itu juga. Akhirnya janjian ketemuan di sekre BEM maksimal jam 19.00. Selesai shalat maghrib, aku segera ke kampus. Kecintaan terhadap negara ternyata bisa mengalahkan rasa takut. Hahay, yah biasalah aku kadang masih suka takut dengan hantu dan segala macamnya. *kadang-kadang lho yaaaaaaaaaaaaaa... hehehe.. :p

Ternyata di sekre masih rame, ada yang lagi rambul. Isi formulir, serahkan fotocopy ktm dan ktp, say thanks, and caw kekosan lagi. Berharap bisa memilih di Jakarta. Akan ada informasi selanjutnya dari mereka. Aku sempat berpesan “jangan sampai hilang ya data opi, amanah nih.. amanah.. hehe”... Panitia memberikan kepastian juga akan dibantu semaksimal mungkin.

Satu minggu kemudian, tepatnya 5 April 2014, datang sms dari BEM, sebuah sms berisi sebuah link. Ketika di buka link, link tersebut menyebutkan bagi perantauan tetap harus mengurus form A5. Kaget, langsung menghubungi BEM kembali. Masih nyimpan percakapannya nih:

OPI: Aslm. Tetap harus ngurus form A5 y? Kirain opi ngurus ke BEM kemaren bakalan ga ngurus form ini lagi. Soalnya di tempat opi, petugasnya ga ngerti dan malah ga tau tentang formA5...



BEM: Iya kak saya udah coba nego dan minta toleransi sampe kpu pusat tp mereka nolak kak. Saya udah ceritain masalah kak opi tp ya kpud jakpus tetep kekeuh

Bete, akhirnya opi tutup pembicaraan dengan mengucapkan terima kasih dan mereka pun minta maaf tidak bisa membantu. Padahal sudah searching-searching profil beberapa caleg.

Iri melihat orang-orang yang sudah siap-siap memilih, yang sudah mempunyai calon-calon mereka sendiri. Dan greget melihat orang-orang yang bisa menggunakan hak suaranya tapi malah memilih untuk golput. Sayang banget. Entahlah kenapa aku terlalu ngotot untuk ikut pemilu kali ini. Kepribadianku sepertinya berubah total. Dulu nerimo2 aja, sekarang boleh dibilang ‘keras kepala’... keras kepala dari dulu sih sebenarnya, tapi sekarang lebih ekspresif dan lebih terlihat lebih keras kepalanya. Hahay.. ckckckck...

Aku curhat sama sepupu. Bete tingkat akut. Dan hari Minggu-nya kebetulan aku menjadwalkan untuk ke rumah beliau di Depok, sekalian balikin buku, sekalian silaturrahim, sekalian lihat kabarnya yang sedang hamil 6 bulan.

Tak ada yang kebetulan sebenarnya di dunia ini. Semua sudah di atur olehNYA. Sesampainya di rumah beliau, ternyata suami beliau tahu tentang kasus opi. Cerita cerita cerita, akhirnya opi di tawari untuk menjadi saksi. ‘kebetulan’ (ga ada yang kebetulan opiiiiiii.. hohohoho) di salah satu tps, sedang kekurangan saksi. Terfikir olehku, tidak nyoblos pun tak apalah, yang penting bisa ikut berpartisipasi. Aku menerima tawaran beliau.

H-3 pemilu banyak sekali info info tentang perantauan yang ku dapat, bagaimana proses nyoblos tanpa form A5. Akhirnya aku inisiatif, minta tolong mengirimkan surat undangan memilihku di kampung ke jakarta. Setidaknya ada bukti bahwa aku tidak menyoblos di kampung. Persiapan berkas-berkas pun ku usahakan, minta tolong pengiriman paling cepat dari kampung, menyiapkan ktp dan fotocopy-nya, menyiapkan ktm dan fotocopy-nya. Ok siap!!!

Senin, abang ipar ngirimin surat undangan pakai pos express. Senangnya luar biasa. Senin itu jadwalnya aku menyelesaikan semua bab I- bab III tesis ku serta progress report dan laporan pertanggungjawaban keuangan beasiswa LPDP ku. SELESAI!!!

Senin malam aku sudah bawel nanyain ke ibu kos perihal suratku. Tidak ada. Yah, maklum mungkin baru sehari, kemungkinan besok. Sorenya aku tanya lagi ibu kos. Tidak ada. Hopeless. Hatinya menciut lagi.

Karena rabu menjadi saksi, aku gantian mengajar privat jadi hari selasa. Malam sepulang ngajar, aku diberikan berkas untuk bekal menjadi saksi. Seharusnya para saksi dari partai yang aku wakilkan di salah satu tps ini mempunyai pelatihan untuk semua saksi pada hari Minggu kemaren, tapi aku berhalangan untuk hadir. Akhirnya penjelasannya malam H-1. Dan aku paksakan untuk membaca buku petunjuk yang diberikan partai untuk pedoman menjadi saksi, di dalamnya ada syarat-syarat jenis surat suara yang sah dan tidak sah. Aku paksakan untuk membacanya walau ngantuk dan cape berat. Akhirnya ketiduran di pertengahan bacaan. Malamnya aku tak tenang dan terbangun, shalat, baca lagi, sampai subuh. Mempelajari setiap detailnya. Maklum, pengalaman pertama nih. Tidak ingin menjadi saksi yang ‘abal-abal’.

Habis subuh, bersiap-siap, setengah 6, aku sudah berangkat dari kosan. Menuju TPS 44 matraman dalam II. TPS ada di mana-mana bahkan ada yang menutup jalan. Akhirnya sesampainya di TPS 42, aku terpaksa jalan kaki mencari TPS 44. Aku kira tidak akan jauh... karena aku bertemu pertama kali dengan TPS 42 yang hanya selisih 2 angka dari tps-ku. Tapi tidak saudara-saudara, aku harus berjuang lagi. Ketemu dengan tps 45, 43, 40, 41... ah susah sekali jalanan di Jakarta ini. Muter... muter.. muter... But i try to enjoy it. Masih belum jam 06.00 WIB.

06.10 WIB akhirnya sampai di TPS 44, dengan bekal tanya sana tanya sini.. Sesuatu banget. Sempat berfikir.. ‘ada ga ya saksi lain yang punya kasus seperti opi? Musti keliling-keliling dulu buat nyariin tempat dimana dia bertugas’. Weleh-weleh...

Di buku petunjuk pemilu, saksi diharuskan datang satu jam sebelum acara dibuka. Dan paling lambat 06.30 WIB. Untungnya Cuma telat 10 menit. Tapi... TPSnya sepi.. ya elah... hanya ada beberapa orang. Dua orang petugas dengan pakaian rapi yang sepertinya merupakan bagian keamanan dan membantu lancarnya acara pemilu. Kemudian ketua KPPS yang masih santai duduk menggendong seorang anak kecil (entah ini cucu atau anak beliau), dan 2 atau 3 orang warga sekitar. Aku cengo melihat tps sunyi. Gagap mau berkata apa, akhirnya si bapak ketua menyapaku, bertanya ada keperluan apa, dan barulah bisa berkata-kata. Aku diberi name tag.

Baru aku seorang yang hadir sebagai saksi. Wedew, untungnya warga di sana ramah tamah, aku di ajak ngobrol, di ajak bercanda, walau mereka semua lelaki semua.. Para bapak-bapak nongkrong pagi-pagi di TPS. Tak lama kemudian, datang seseorang, dari kejauhan ketika melihat beliau, aku berasa kenal, tapi entahlah siapa. Beliau menghadap ketua KPPS yang sudah rapi dengan baju koko putihnya (seragam KPPS TPS 44). Dan kemudian menghampiriku... Memberikan sebuah kertas dan tepukan di lengan atas kiri ku. ‘SEMANGAT YA!!!’

Serrrr.. merinding!!! “Ya mbak, OK. SIP”... Ku jawab lantang dan menunjukkan jempol kananku kepada beliau.

Ternyata beliau adalah salah satu anggota partai yang pernah menjadi saksi juga di TPS yang sama di pemilu sebelumnya. Beliau memberikan sebuah kertas kecil, ternyata itu adalah bukti dari KPPS bahwa surat mandat bertugasku sudah diberikan ke KPPS tersebut.

Tercenung melihat sosok beliau berlalu meninggalkan TPS, melangkah dengan tegapnya. “Seorang wanita yang luar biasa pastinya”, aku membatin.

Sambil menunggu pukul 07.00 aku melihat sekitar, kesibukan KPPS menyiapkan tempatnya dan beberapa warga yang datang untuk melihat list partai dan caleg yang sudah terpampang di sebuah papan tulis. Ternyata memang masih banyak warga yang belum tahu siapa yang akan mereka pilih, dan tidak tahu apa visi misi caleg tersebut.

Pukul 07.00 WIB. Semua sudah siap. Beberapa saksi sudah berdatangan. Acara di mulai. KPPS di sumpah oleh ketua KPPS. Ketua KPPS membacakan aturan-aturan. Dan mulailah ‘pesta demokrasi’ ini. Acara berjalan lancar. Aku menunggu-nunggu waktu untuk bisa ikut menyoblos. Dan lagi.. ‘kebetulan’ yang sebenarnya bukan kebetulan, tapi memang sudah ditakdirkan... para saksi ngobrol dengan pak RT yang bertugas memastikan warga mencelupkan jarinya pada tinta. Ngobrol tentang surat suara tambahan dan surat suara khusus. Aku nimbrung, dan sekaligus bertanya bagaimana prosedur memilih untuk kasus sepertiku. Beliau menyatakan, urus ke pps dulu. Setelah mendapat izin dari pps, baru bisa nyoblos. Girang.. hatiku girang. Langsung sms tim sukses partai, minta digantikan untuk sementara opi mengurus surat ke pps. Tim sukses yang berhubung adalah suami sepupuku, mencarikan gantinya.

Ada satu yang aku takjubkan dari partai ini. Entahlah ini hanya berlaku di matraman saja atau memang di seluruh Indonesia. Berasa aura-aura perjuangan Al-Fatih. Aku seolah mengenal mereka walau sebenarnya aku belum pernah bertemu sama sekali. Mereka khas... Ukhuwahnya... Perjuangan dengan iman...

Aku digantikan. Kemudian ditemani abang sepupu, aku menuju pps matraman. Sempat berdebat. Dan aku sempat kesal degan keputusan yang mereka ambil. Tidak bisa membantu. Walau aku sudah menjelaskan perjuanganku mengurus segala form yang diperlukan. Pps ramai, akhirnya aku putuskan untuk menunggu pps sepi dengan pengunjung yang juga sibuk mengurus hak suaranya. Ketika sepi, aku jelaskan kembali, perlahan tapi pasti. Tapi tetap tidak bisa. Aku yakinkan juga bahwa aku memang benar-benar sedang merantau ke sini dengan menunjukkan ktm ku. Tetap tak bisa. Kesal luar biasa. Positif thinkingnya, mereka berlaku demikian karena mungkin juga takut adanya “pergerakan massa”. Karena aku sempat mendengar, ada yang menghubungi lewat hp, menanyakan ‘apakah bisa memilih di jakarta pusat, sementara undangan memilih ada di jakarta barat’. Masih kawasan jakarta. Sementara kasusku, di antar pulau. Yah, aku maklum mereka mengambil keputusan demikian. Tapi tetap saja kesal, akhirnya aku berterima kasih, dan keluar dari ruangan. Di luar ruangan tak tahan lagi. Kesalnya berubah menjadi bening-bening air mata. Abang sepupuku berusaha menanyakan kembali kepada petugas pps. Mereka minta maaf tidak bisa membantu. Keluar juga sifat wanitaku akhirnya. Sambil terisak aku kembali menjelaskan “Tolong cek secara online deh pak, kita kan sudah punya e-ktp, seharusnya bisa dong di cek saya memilih di kampung atau tidak, saya bukan termasuk pergerakan massa kok pak”

Akhirnya si petugas luluh, beliau menelfon kpu, menjelaskan kasusku, dan ternyata dari kpu-nya memberikan izin. Subhanallah... Hatiku longgar luar biasa. Tapi dengan syarat, aku mendapat persetujuan dari ketua KPPS dan semua saksi yang hadir di TPS 44, dengan meminta tanda tangan mereka dan melampirkan fotocopy KTP. Aku mengiyakan segala prosedurnya. Biarlah ribet, yang penting bisa nyoblos!!!

Sesampai di TPS, aku jelaskan kepada ketua KPPS, alhamdulillah, BISA!!! Semua saksi pun bersahabat, memberikan tanda tangan mereka. Ya Allah... Benar-benar merasa paling keren saat itu. Ketika namaku dipanggil untuk mencoblos... Bismillah, sesuai hati. Semoga bisa berperan dalam kebaikan. Dan ketika mencelupkan kelingking ke tinta, menggigil, gemetaran, pengen nangis, tapi malu, terharu banget... Bangganya aku bisa ikut memilih!!!

Hahay, sudah panjang saja ini cerita. Coba kalau ngetik tesisnya selancar ini ya.. hohohoho...

Saatnya tugas sebagai saksi aku laksanakan. Penghitungan suara. Pukul 13.30 WIB, setelah istirahat, makan dan shalat, TPS 44 memulai menghitung surat suara. Ramai. Di belakang para saksi pun dikerumuni oleh warga setempat. Sesak. Perhitungan surat suara pertama lancar. Perhitungan surat suara kedua, aku bingung, berasa ada yang salah. Kubuka buku petunjukku. Ternyata memang ada kesalahan. Aku interupsi.

Kasusnya adalah:
Surat suara itu melubangi kertas di lambang partai dan caleg. Kemudian suara itu ditulis di bagian partai dan caleg nya juga. Seharusnya, surat suara itu hanya berlaku untuk suara caleg saja.

Aku berusaha menjelaskan, kemudian salah satu warga nyolot. Semua heboh. Menyalahkan pendapatku. Aku memberikan bukti, melihatkan buku petunjuk penghitungan surat suara. Salah satu warga yang nyolot sebelumnya masih ngotot. Para saksi yang lain entahlah apa yang mereka katakan, suasana heboh banget. Sayangnya suaraku kecil sekali di antara bapak-bapak bersuara besar itu, jadi aku harus menunggu suasana agak hening dulu, pengen teriak rasanya. Ketika suara-suara sudah mulai minim, aku kembali menjelaskan dengan melihatkan bukti buku petunjuk. Sebagian mulai terdiam. Dan alhamdulillah akhirnya KEBENARAN TELAH DITEGAKKAN!!! PUAS!!! *hohoho.. lebay banget ya?? Tapi benar-benar puas telah memperjuangkan sesuatu itu. Sebenarnya sempat takut, takutnya bukan karena aku disalahkan dan diserang oleh beberapa warga yang nyolot, tapi takut kalau penghitungan surat suara itu tetap salah.

Dan akhirnya, perhitungan surat suara berjalan lancar. Aku merasa teristimewa sekali. Saksi dari partai yang lain malah tidak tahu tentang detail syarat-syarat sah surat suara. Akhirnya ketika terjadi keambiguan berikutnya, Ketua RT yang membacakan dan memperlihatkan surat suara, kembali menanyakan bagaimana hukumnya surat suara tersebut dengan melihat kepadaku. Dan akupun melihat buku petunjukku kembali dan menjelaskan bagaimana seharusnya. Berasa disegani dan dihargai banget. Terima kasih KPPS 44. Kalian the best.. Tetap memegang sumpah yang telah kalian ucapkan.

Dari suara-suara yang telah dihitung, terlihat bahwa beberapa warga menurutku mereka memilih hanya karena info dari televisi saja. Sempat terfikirkan juga olehku. Sebenarnya demokrasi ini belum pas untuk dilaksanakan di Indonesia. Karena tidak semua rakyat Indonesia yang bisa melakukan pengamatan terhadap caleg yang ada. Mereka hanya memakan bulat-bulat apa yang diinfokan oleh televisi, koran dan radio tanpa mencari tahu lebih lanjut apakah berita itu benar atau tidak.

Perhitungan surat suara selesai pukul 21.00 WIB. Terjadi satu lagi kasus. Di berita acara, KPPS salah menuliskan jumlah suara di dua buah partai. Aku membantu KPPS untuk mengecek kembali. Membantu dengan nada tenang, biar tidak terjadi emosionalisme (kata apa ini? Hehe :p), secara hari sudah larut malam, mereka sudah keletihan. Akhirnya semua siap, beres, pas, mantap pada pukul 22.00 WIB.

ALHAMDULILLAH... Luar Biasa sekali pengalaman pertama menjadi seorang saksi. Semoga bernilai ibadah.

Aku pamit dan mengucap salam kepada seluruh KPPS.

Wa’alaikumussalam.. doa mereka melepas kepergianku dari TPS 44. Alhamdulillah di doakan keselamatan oleh banyak orang. SUBHANALLAH, ALHAMDULILLAH, ALLAHU AKBAR!!! ^_^  ^_^


*Yippiiiieee.. ceritanya kelar juga... :D