Saturday 6 August 2016

Birokrasi, Ladangnya Korupsi!!!

MANGKA JANTUANG!!!



Hahay,  maafkan aku teman-teman mungkin menulis agak emosi kali ini, setelah sekian lama selalu mencoba positive thinking.  



Ini sudah rahasia umum, semua orang sudah tahu akan hal ini. Tapi kepada siapa kita hendak mengadu? Jika tempat mengadu pun melakukan hal yang sama. Tidak bermaksud sok suci atau munafik (kata-kata ini sering kali keluar dari mulut mereka), tapi mencoba 'meredakan emosi' lewat tulisan ini.  Masih adakah petugas pemerintahan yang benar-benar murni mau membantu rakyat tanpa UUD (Ujung-Ujungnya Duit)?



Tulisan ini berawal dari pengurusan akte anak pertamaku. di sebuah klinik tempat aku melahirkan sang buah hati, Katanya bisa bantu membuatkan akte, dengan syarat surat keterangan lahir dan uang sebesar Rp 450.000,-. Ok, mengingat dan menimbang ribetnya pengurusan akte ini,  karena pengurusannya di mulai dari RT, lanjut ke RW,  lanjut ke kelurahan dan terakhir ke badan kependudukan, akhirnya kita menyerahkan surat keterangan lahir,  fotokopi KTP aku dan suami plus fotokopi KK beserta uang. Awalnya tidak berniat untuk memasukkan nama anakku ke dalam KK karena mungkin kalau dia besar,  kita akan berpindah tempat tinggal karena status rumah saat ini masih nyewa. Katanya sih bisa selesai dalam 2 minggu dan akan dikabari segera jika sudah selesai. 



Lama menunggu, tapi tak kunjung dihubungi.  Aku kira dengan uang, semua akan beres dalam sekejap.  Ternyata tidak juga.  Sudah terhitung 2 bulan sampai saat ini. Dan hari ini pihak klinik mengabari bahwasanya akte akan cepat selesai jika mengurus KK baru sekalian dan dikenakan biaya tambahan sebanyak Rp 100.000,-



Emosi mulai membludak,  ini tak tik atau apa?  Kemaren katanya bisa urus akte saja,  tapi sekarang seolah 'dipaksa' untuk mengurus KK juga.  Sebenarnya bagus sih kalau semua selesai segera,  tapi takutnya nanti pindah rumah, urus KK baru lagi,  biaya lagi.  HAH!!! Birokrasi!!!



Jadi teringat ketika mengurus KTP dan KK baru.  Kebetulan kenal dekat dengan pak RT.  Beliau menawarkan diri untuk membantu membuatkan KTP-ku yang awalnya beralamat di Bukittinggi, sekarang menjadi di Pekanbaru.  Awalnya senang ada yang bantuin,  ternyata lagi lagi UUD,  eKTP-ku plus KK ortu sudah dikasih ke si RT,  beberapa hari kemudian malah minta uang,  supaya cepat selesai. Ah,  karena ini statusnya kenal dekat,  yo wis lah percaya aja.  Biaya awal sedikit,  kemudian beberapa hari kemudian diminta uang lagi.  Alhasil,  pembuatan eKTP,  KK baru melenyapkan tabungan suamiku senilai Rp 1.500.000,-



Yang tak masuk akal olehku sebenarnya adalah, kenapa dengan uang, tahap-tahap yang harus kita tempuh bisa diskip oleh si 'pembantu'? Kenapa kalau urus sendiri, musti melewati tahapan-tahapan yang begitu panjang? 



Maghrib ini aku dongkol sedongkol-dongkolnya. Akhirnya cerita sama suami.  Suamiku malah menambah emosi. Beliau malah bercerita tentang semua birokrasi yang tak jelas. Awalnya bahas tentang pembuatan sim.  



Suamiku teringat akan proses pembuatan simnya yang melewati jalur normal. Biaya totalnya cuma Rp 165.000,- saja. Dan beliau bilang,  biaya segitu terdiri diri biaya asuransi,  map dan embel-embel administrasi lainnya. Kemudian beliau membandingkan dengan pembuatan sim yang bukan jalur normal,  uang yang dibayarkan jauh lebih banyak.  Kelebihan pembayaran tersebut adalah untuk oknum polisi yang membantu dalam proses pembuatan sim, tanpa tes dan tanpa antri. 



Cerita makin panjang dengan membahas bagaimana tata cara masuk sekolah polisi.  Beliau bercerita masuk polisi itu asal ada uang berjuta-juta, bisa lolos. Bagaimana dengan jalur normal yang tanpa sogokan? Bisa juga lolos, tapi kemungkinannya sangat tipis. Teman suamiku pernah mengikuti tes masuk polisi. Pada tes terakhir, lolos, namanya tertera di papan pengumuman kelulusan.  Sudah sangat berbesar hati lolos dengan murni,  tapi alangkah sedihnya,  besok pagi dicek kembali nomor kelulusan di papan tersebut, RAIB!!! nomor kelulusan teman suamiku hilang begitu saja!!! 



Mau mengadu pada siapa? Petugas pemerintahan bagian apa yang menerima pengaduan seperti kerugian tersebut? 



Cerita makin seru dan membuat jantung makin menggebu-gebu untuk berdetak karena menahan amarah. Kasus bandar narkoba baru-baru ini. Fredy yang sudah dihukum mati. Lalu apakabar dengan para aparat yang terlibat dalam membantu pengedaran narkoba itu? Sempat jengkel bertubi-tubi ketika tahu tentang proses distribusi narkoba pernah dilakukan Fredy dengan menggunakan mobil TNI.  WHAT THE HELL?!



Untuk meredakan rasa hati yang sudah remuk dikecewakan oleh sistem birokrasi, aku mencoba searching cara pengurusan KTP,  akte dan KK dengan jalur normal. Memang agak ribet,  proses yang berbelit-belit tapi katanya tidak bayar alias gratis 100%. Lalu aku secara tidak sengaja nyasar di salah satu Web. sepertinya Web tersebut untuk pelaporan hal-hal yang tidak sewajarnya.  Pelapor melaporkan keluhannya ketika mengurus akte,  dikenakan biaya Rp 500.000,- ke bagian kementerian di Web tersebut. Tahukah teman-teman apa jawaban mereka untuk menanggapi hal ini? 



"Pembuatan akte,  KTP dan KK tidak dipungut biaya apapun, jika terjadi pemungutan biaya,  silahkan lapor pada pimpinan tertinggi di kantor tersebut"



owalaaaah.... Aku kira dengan melapor secara online akan ada kebijakan menegur langsung dari jabatan paling atas ke daerah yang dimaksud,  tapi ternyata tidak. Mengecewakan sekali. 



Lalu kepada siapa rakyat akan mengadu? Jika tempat mengadu itupun terkadang sudah ternoda dengan sikap tak acuh. ada uang, baru bergerak.  Kepada siapa rakyat akan melapor? Jika tempat melapor itu pun sudah tak lagi mau melayani dengan hati,  tapi melayani dengan uang.



Sesuatu sekali negeri ini!!!