Saturday 25 November 2017

Anak pertamaku Tuna Rungu

Ah... Terkadang ketika berada di antara para orang tua dari anak-anak berkebutuhan khusus,  nyaliku serasa menciut. Mereka begitu super sabar dan ekstra gigih mendidik anak mereka. Sementara aku? Melihat Zian lari sana lari sini ga bisa tenang dan ga bisa ditegur karena ga bisa mendengar, aku kadang meluapkan kemarahanku kepada si kecil yang belum tahu apa-apa. Setelah marah, sediiiiih sekali rasanya, perasaan menyesal yang begitu mendalam. Manalan aia mato. Hiks. Mendadak blog ku untuk beberapa hari atau bulan ke depan sepertinya akan sedikit melow,  bukan seperti kisah lainnya yang kadang memang menyedihkan, tapi masih bisa dibuat lucu-lucuan atau ending berupa semangat membara.

Ah... Keluh kesah memang tak akan menyelesaikan masalah, tapi memang aku bukanlah termasuk seorang ibu yang super seperti ibu2 lainnya yang mempunyai anak berkebutuhan khusus. Di kala banyak yang menganggap ibu dengan anak berkebutuhan khusus itu adalah ibu yang istimewa,  tapi aku malah merasa aku tidak seperti mereka. Sabarku tidak tinggi seperti mereka, gigihku tidak seperti mereka. Aku lemah. Aku tak berdaya dengan kondisi tubuh yang memang sedang naik turun kadar hormon. Berpacu dengan lelahnya kehamilan kedua, aku seolah dikejar oleh sesuatu yang sebenarnya berjalan di tempat, hanya aku yang berdiri di tempat atau mengalami kemunduran tingkat kesabaran? 

Tulisan ini bersambung hari demi hari...

Anak kedua pun alhamdulillah sudah lahir ke dunia. Kelelahan ternyata tidak sampai di situ. Kelelahan berlanjut. Ah nak.. Maafkan ummi. Berkali-kali, andai Zian bisa mendengar dan mengerti apa yang ummi ceritakan, apa yang ummi kisahkan, maafkan ummi nak.. Belum bisa mendidikmu dengan baik, belum bisa sabar menghadapimu, belum bisa mengajak bermain dengan sepuasnya. Masa kecilmu seolah tergadai dengan ke-tuna runguan-mu dan dengan hadirnya adikmu, waktu ummi seolah berkurang untukmu nak...

Ah paragraf sebelumnya seolah tak mensyukuri. Astaghfirullah...

Rabb.. Allah pasti tidak akan sia-sia menganugrahkanku seorang anak yang Tuna Rungu. Kehamilanku ketika mengandung Zian juga sangat tidak menyusahkan. 

Berkisah...

Setelah menikah, sebagai suami istri yang sudah 'berumur', aku yang ketika itu berumur 28 tahun dan suamiku 30 tahun, tidak menunda-nunda jika Allah mengamanahkan kami seorang anak. Alhamdulillah disegerakan olehNya. Sebulan setelah menikah, aku cek kehamilan. Alhamdulillah sudah ada janin di dalam rahimku. Cek kehamilan karena ketika itu aku panas tinggi. Kata beberapa orang, awal kehamilan memang ada yang ditandai oleh panas tingi tubuh. 

Alhamdulillah, saat kehamilan, aku sangat menikmati. tidak ada beban. Kehamilan pun terasa ringan. Saking menikmatinya, seolah tak ada beban yang kubawa, saat hamil aku sering bepergian ke sana kemari. Bahkan ketika hamil 7 bulan, aku sempatkan ke Jakarta seorang diri, demi mengambil ijazah. Benar-benar di luar dugaan. Lingkungan pun tercengang melihat betapa beraninya aku bepergian di saat hamil dan alhamdulillah saat itu terlihat sehat wal'afiat. Periksa kehamilan tidak ada keluhan sama sekali. Cek USG pun kami merasa gembira ketika mengetahui anak pertama kami berjenis kelamin laki-laki. Semua sesuai dengan harapan. 

Satu hal yang aku sempat takutkan ketika kehamilan Zian.. Virus Zika. Waktu Ziaan di dalam rahim, aku sangat berjaga-jaga dari nyamuk. Karena sangat booming ketika itu. 

Semua sesuai dengan harapan. KElahiran Zian pun tergolong mudah kata 'mereka'. LIngkungan sekitar berkata, kehamilan pertama biasanya susah sekali melahirkan, bisa sampai berhari-hari merasakan kepayahan untuk dilahirkan. Alhamdulillah Zian lahir tidak begitu lama merasakan sakit. Jam 3 subuh flek, jam 8 pagi ke klinik dan sudah pembukaan 4, kemudian Zian lahir pukul 2 siang. Tak sampai bermalam di klinik untuk menunggu kelahiran. Bidan di sana pun seolah takjub dengan kelahiran pertamaku yang begitu mudah. 

Zian disambut dengan hati riang. Zian saat bayi dibilang "elok laku". Tidur dengan tenangnya, tidak begitu banyak rewel. 

Qadarullah... setelah 6 bulan, aku melihat keganjilan pada anakku. 

Saat itu sedang hujan petir di Pekanbaru. Aku sangat takut jika melihat petir. Jadi, aku bawa Zian main ke kamar. Di kamar tidak terlihat kilatannya, tapi suara menggelegarnya tetap membuatku pucat pasi dan terus berucap 'Laa haula wala kuwwata illa billah'. Tapi... anakku terlihat begitu santai ketika ada suara menggelegar tersebut. Aku berusaha positif thinking, mungkin anakku kelak akan menjadi seorang yang pemberani. Kelak kalau sudah besar, dia akan memelukku ketika aku takut akan suara petir. Begitu seterusnya. Ketika hujan dan petir, Zian tidak pernah memperlihatkan ekspresi apa-apa, tetap ceria. 

Aku mulai curiga, dan ketika baca-baca artikel tentang perkembangan anak, aku sampai di pembahasan "pendengaran". Aku bicarakan hal ini pada suami. Tapi suami seolah tak percaya. Selalu memanggil Zian dan memaksa berharap Zian menoleh ketika dipanggil. Memaksa berharap Zian merespon ketika diberi bunyi-bunyian. Suamiku bersikeras untuk tidak melakukan pemeriksaan apa-apa. Beliau masih menganggap Zian normal. 

Pulang kampung, akhirnya aku beranikan diri periksa Zian ke THT tanpa persetujuan suami. Ketika di THT Bukittinggi, Zian memang tidak respon ketika diberi teoukan tangan di belakangnya. Dokter THT pun memerikan surat rujukan ke Rumah Sakit, untuk selanjutnya diberikan tes BERA. Aku tidak mengerti apa itu tes BERA. 

Searching..Searching..

Mengetahui biaya tes BERA tidak semurah yang kuduga, akhirnya aku berkomunikasi kembali dengan suami. Minta pendapat beliau. Balik ke Pekanbaru, suami pun melunak. Setelah ia coba memanggil Zian berulang kali, dengan tepukan tangan, berteriak, dengan menepuk lantai, akhirnya beliau pasrah. Awalnya aku bingung mau membawa Zian ke bagian apa. Sempat searching-searching dokter anak, rumah sakit ibu dan anak. tapi entah kenap tiba-tiba pikiran langsung ke arah rumah sakit Awal Bros.Katanya di sana rumah sakitnya bagus dan lengkap. Langsung saja periksa Zian ke sana. 

Rame euy. Di rumah sakit selalu antrian sepertinya. Alhamdulillah waktu periksa Ziaan pakai antrian 'pribadi' bukan BPJS. Karena kami memang tidak pernah mau mengurus BPJS. Kabarnya jika menggunakan BPJS, palayanan jadi lama dan tidak bagus. Benar memang. Seramai apapun antrian, ternyata kami diutamakan, Di temani oleh perawat kemana-mana. Alhamdulillah ya. Selama umurku memang aku sangat jarang sekali ke rumah sakit, jadi ketika bawa Zian agak linglung, bagaimana cara mendaftarnya, habis ini harus kemana. Untungnya saat itu benar-benar diarahkan dengan sangat baik oleh perawatnya. 

Zian akhirnya melewati 3 tes pendengaran. Sebelum di tes, Zian harus dibius terlebih dahulu. Melihat Zian tertidur dan dipasangi kabel-kabel, aku berusaha santai, berusaha santai, berusaha santai, berusaha kuat. Tapi siapa yang tahu, hati ini remuk redam melihat bayiku sekecil itu sudah dipasangi kabel-kabel. 

3 tes pendengaran; OAE, BERA dan ASSR.
Hasilnya, Zian Tuna Rungu 98 dB kanan dan kiri.

Ketika konsultasi dengan dokter, ekspresiku datar, seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi dalam sujudku, dalam kesendirianku, ah.. air mata menggucur begitu deras... (ternyata setelah cerita-cerita dengan suami, pak suami juga begitu. Beliau menangis dalam kesendiriannya.) Sedih... Kami bukan menangisi kisah kami. Tapi sedih anak pertamaku tidak bisa mendengar, menangisi nasibnya yang masih kecil tapi sudah mengemban tugas yang berat.

Lingkungan menyalahkanku. Saat tes pendengaran Zian, sekalian aku cek kehamilan, tes TORCH (ini salah satu penyebab tuna rungu-nya anakku). Dan memang benar, hasil tes TORCH, igG rubela dan CMV positif dan igM nya semua negatif. Semua tes dilakukan dengan biaya yang tidak sedikit. Biaya tes Zian sejutaan lebih, plus tes TORCH juga sejutaan lebih, plus cek kehamilan ratusan ribu. Dalam satu hari sudah menghabiskan uang berjuta-juta... Alhamdulillah ketika itu masih ada tabungan.

Kemudian dokter menyarankan Zian beli alat bantu dengar di salah satu HC (Hearing Center). Sebelumnya aku sudah searching-searching apa penanganan untuk anak tuna rungu. Dokter juga menyarankan untuk gabung di grup 'Dunia Tak Lagi Sunyi' di facebook. Karena sudah searching sebelumnya, dari Rumah Sakit, kami langsungke HC yang disarankan.

Tapi sempat kaget juga ketika sudah di HC, ternyata harga alat bantu dengar untuk Zian luar biasa mahalnya. Harga 1 motor kami dan lebih dari itu. 25 juta sepasang. Suami sempat tercenung saat kami mengambil uang untuk DP di ATM terdekat. Beliau takut tertipu. Apakah memang benar harganya sedemikian mahalnya. Sempat lama membahas ini di mobil. Dan CS tempat HC pun menelfon berkali-kali karena mereka akan tutup, padahal aku menjanjikan DP kepada mereka. Sudah sangat sore waktu itu.

Akhirnya diputuskan segara. Dengan membaca Bismillah, semoga kita tidak tertipu, kami DP ABD saat itu juga. 

Ntahlah.. dalam perjalanan pulang, kami sibuk dengan pemikiran masing-masing. Diam.. Senyap... beberapa hari, walau masih ada tawa dalam rumah kontrakan kami, tapi ada duka di balik hati orang tua si kecil ini. 

Perjalanan Zian akan menjadi lebih panjang, dimulai saat ini...

*Bersambung


Friday 24 November 2017

Ibu ber'bayi' DUA

Alhamdulillah.. telah diberi amanah oleh Allah sepasang bocah lucu. Semoga mereka bisa jadi ladang pahala bagi insan yang lemah ini.

Perkenalkan nama anakku:

MUHAMMAD ZIAN
dan
ZAHRA SYAFIQAH

Mereka terpaut usia yang tidak begitu jauh. Banyak pernyataan dari orang sekitar yang menduga bahwa Zahra lahir 'kagetan' (tidak direncanakan), karena begitu dekatnya usia mereka. Zian 21 bulan, dan Zahra 1 bulan. Sebenarnya mereka terlahir dengan 'kepasrahan' kami. Diberi alhamdulillah, tidak juga berarti belum rezeki. Tidak ada yang namanya lahir 'kagetan'.

Dan memang menjadi ibu dari DUA bayi ini suatu hal yang memang luar biasa. Banyak momen yang kadang bikin jengkel, emosi mebludak, tapi kadang melihat mereka bisa tertawa bersamaku  rasa bersalah datang menghampiri.

'Maafkan ummi, nak. Belum bisa menjadi ibu yang baik bagi kalian. Belum bisa menjadi ibu yang kuat bagi kalian. Belum bisa memberikan waktu full untuk kalian. Terbagi-bagi antara Zian dan Zahra diselingi mencuci dan beres-beres rumah'

Mungkin ada manfaatnya Zian menjadi seorang Tuna Rungu. Perhatian jadi tidak hilang begitu saja ketika adiknya lahir. Melihat pengalaman salah satu keluarga, dimana anaknya yang pertama jadi kehilangan perhatian sama sekali dari ibunya setelah adiknya lahir, dikarenakan si ibu kerempongan mengasuh adiknya sambil jualan juga.

Ah, dibalik kekurangan selalu ada kelebihan. InsyaAllah.

Kalau diingat, antara seru dan 'seru' memang mengasuh DUA bocah ini.Ketika tidur siang mereka yang rewel barengan, kamar menjadi penuh tangisan. Zian kalau mau tidur, mintanya di peluk, sementara Zahra musti ngASI. Ditaruh satu, nangis satu yang lainnya. bergantian, sampai mereka kelelahan dan akhirnya tertidur. Ummi pun bernafas lega dan ikut tertidur.

Punya anak itu harus 'setrong' (bahasanya anak zaman now). Bagaimana tidak. Di saat tubuh lelah mengasuh DUA bayi, saat mereka tidur, emaknya musti mengerjakan pekerjaan lain. Untungnya saat ini tinggal bersama nenek mereka, jadi masalah masak-memasak pending dulu dikarenakan memang tak sampai tangan menuju ke sana alias waktunya terkuras habis untuk mengasuh anak.

Zian belum mengerti yang namanya bahaya, kadang berjalan suka seruduk sana seruduk sini. Semua serba cepat bagi Zian. Apalagi kalau lagi rebutan mainan sama sepupunya. Melihat lincahnya tangannya bergerak, insyaAllah Zian ke depannya sudah bisa bela diri sendiri. Kalau ada yang jahat, ngusilin, Zian bisa jaga diri. Tapi ga enak juga lihat ada pertengkaran di antara mereka. Walau judulnya Zian mencoba membela dirinya.. Ah nak... Maafkan ummi belum punya waktu full untuk bermain denganmu. Tunggu Zahra besar sedikit lagi, kita mian bersama ya nak... Ke'seru'an berikutnya adalah antara menjaga Zian dan mengASIhi Zahra... Tak lepas mata menatap dan memperhatikan apa yang dilakukan Zian di luar kamar, sementara aku menyusui Zahra di kamar. Kalau terjadi pertengkaran, terpaksa sambil gendong Zahra melerai Zian dan sepupunya. Kalau Zian ngusilin sepupunya yang lebih kecil darinya, terpaksa seret2 Zian bilang 'ga boleh'.Zian musti dihampiri, karena belum sadar suara dan belum mengerti apa yang dibicarakan orang sekitar, musti pakai isyarat.

Ini baru ngurusuin DUA bayi. Belum ngurusin si Bapaknya bayi. Kadang juga merasa sangat bersalah luar biasa. Dulu suamiku kalau makan ya dimasakin, pulang kerja di sedian minuman, pakaiannya disediain. Sekarang kebanyakan perhatian sudah terbagi keDUA bayi dan sang Bapak Bayi pun terpaksa mengalah. Minimal kalau pulang kerja, menemukan suasana rumah yang tidak begitu rewel (tapi kebanyakan, tangisan pecah bertubi2 saat emak bapaknya pengen istirahat).. Plus, kita lagi kena ujian juga ini. Pasar Atas Bukittinggi terbakar. Jadi sekarang suami bawa-bawa dan angkat-angkat barang dari rumah ke toko yang membuat badan pegal-pegal. Hahay.. Semoga ini menjadi kenangan indah yang 'ingin terulang kembali' bagi kami bukan suatu beban.

Dan saat ini, di saat semua tidur, disitulah emaknya mereka ini bisa punya 'me time'. Bela-belain buat punya 'me time'. walau badan lelah, mata mengantuk.. itulah seorang ibu.

Jadi kepikiran.. Dulu pengen banget punya anak kembar.. Nah sekarang punya DUA bayi kewalahan. bagaimana dengan mereka yang punya bayi kembar ya? Bahkan kembarnya ada yang kembar 5? Allah tidak akan sia-sia.. Ia memberikan sesuai kemampuan hambaNYA...

InsyaAllah aku sanggup melalui ini semua... SEMANGAT!!! n_n


*Lain waktu akan coba sharing tentang Zian :)