Untuk pertama kalinya aku meneteskan airmata (sampai
terisak) setelah menonton film buatan Indonesia, dan ini disebabkan oleh
mirisnya nasib bangsa Indonesia. Kalau dulu-dulu baca berita tentang korupsi,
baca berita tentang pencopet, yang terbersit dalam hati itu adalah rasa marah
yang tak terlampiaskan. Tapi sekarang benar-benar menyedihkan. Apalagi film ini
melibatkan anak-anak yang ku anggap mempunyai pemikiran yang masih belum
terkontaminasi dan masih bisa dipengaruhi untuk menjadi pribadi-pribadi yang
baik. Anak-anak memang selalu menarik perhatian, anak-anak yang tergerak untuk
maju, tergerak untuk menjadi pribadi yang baik.
Kadang juga sedih melihat anak-anak yang diajarkan kebaikan
oleh guru mereka, diajarkan kesopanan oleh orang tua mereka, tapi sang pengajar
sendiri tidak melakukan hal-hal yang diajarkannya kepada peserta didiknya,
alhasil si anak bingung, apa sesungguhnya kebaikan itu, apa sesungguhnya
kesopanan itu.
Anak-anak, mereka adalah pribadi-pribadi lugu yang “bolehkah
aku mengajarkan mereka” (lagi) Ya Rabbi??? Hamba ingin turut berperan membangun
pribadi-pribadi yang tidak hanya pintar ilmu tapi juga pintar etika.
Tak semua orang yang berilmu itu mempunyai etika yang baik
pula. Tak semua orang-orang yang sudah menjadi professor atau sudah bergelar
Dr, atau sudah menamatkan S1, S2, S3 ataupun sekolah paling tinggi sekalipun
mempunyai etika yang bermartabat tinggi pula. Terkadang mereka lebih rendah
dari pada orang yang hanya mengecap pendidikan sampai SD saja.
*Ingin ngajar pejuang-pejuang kreatif lagi Ya Rabb...
(Wah, tulisan ini jadi telat diposting, sinyal modem jadi "haw haw"... Jakarta hujan teruuuuusssss... Wiiii...)
No comments:
Post a Comment